Kualitas Guru, 75 Persen Guru SD Belum Sarjana
”Karena itu, terobosan untuk meningkatkan kualitas guru sekolah dasar
menjadi kebutuhan mendesak,” kata Unifah Rosyidi, Kepala Pengembangan
Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), di
Jakarta, Rabu (8/8).
Menurut Unifah, para guru menghadapi kendala untuk melanjutkan kuliah
karena ada keharusan tidak meninggalkan tugas mengajar. Untuk itu,
sejak tiga tahun lalu dibuat kebijakan pengakuan pengalaman kerja dan
hasil belajar (PPKHB) tiap guru yang berkuliah lagi.
Toho Cholik Mutohir, koordinator tim PPKHB, mengatakan, penuntasan
kualifikasi pendidikan guru tidak bisa hanya dengan kuliah reguler di
lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK). Kuliah di Universitas
Terbuka (UT) yang fleksibel juga tidak cukup karena program studi yang
terbatas.
Kebutuhan untuk program studi pendidikan guru TK dan SD cukup besar.
Namun, program studi ini masih terbatas sehingga mempersulit penuntasan
kualifikasi pendidikan guru dalam jabatan. ”Untuk guru yang pendidikannya masih SMA/SPG dan diploma, percepatan
kualifikasi dibantu dengan adanya PPKHB. Pengalaman kerja dan hasil
diklat mereka diperhitungkan sebagai satuan kredit semester (SKS).
Ketika kuliah di LPTK/UT, beban SKS para guru ini bisa dikurangi,” kata
Toho.
81 LPTK
Saat ini ada 81 LPTK yang ditunjuk pemerintah untuk menerima guru yang melanjutkan kuliah. Baedhowi, penasihat tim PPKHB, mengatakan, pemerintah daerah sulit
memberi izin belajar guru karena jumlah guru yang belum sarjana masih
banyak.
”Dengan terobosan PPKHB, waktu belajar guru jadi berkurang. Namun,
tetap jaminan mutu harus diutamakan. Sebab, pendidikan dan pelatihan
guru harus terstandar,” ujar Baedhowi.Unifah menambahkan, bagi para guru SD ini dibuat juga modul terpadu
yang bisa dipakai untuk pelatihan. Tujuh LPTK negeri dan swasta dipilih
membuat modul terpadu.
Secara terpisah, Syawal Gultom, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kemdikbud,
menyatakan, sekitar 60 persen guru masih harus ikut pendidikan dan
pelatihan (diklat). Hal ini terlihat dari hasil uji kompetensi guru
online yang mengukur ranah kognitif kompetensi profesional dan pedagogik
guru bersertifikat.
”Jadi, diklat tidak lagi asal-asalan, tetapi sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan tiap guru,” kata Syawal. Pelaksanaannya diutamakan secara
online dengan memanfaatlkan sekolah-sekolah yang memiliki laboratorium
komputer.
2 komentar:
bagi guru, aturan ya tetap aturan harus diikuti dengan baik
terima kasih atas informasinya
Posting Komentar