Minggu, 28 Oktober 2012


Senyum Dahlan Hadapi Politisi DPR, Oase ‘Ganti Hati’


Senyum Dahlan Hadapi Politisi DPR, Oase ‘Ganti Hati’
Dahlan: ‘’Karena itu, saya akan mengabdikan diri saya untuk bangsa. Saya sudah tidak butuh apa-apa lagi’’. dok ist
LENSAINDONESIA.COM: Polemik Menteri Dahlan Iskan bikin edaran ke direksi BUMN, melarang memberi upeti anggota DPR RI, termasuk sensasi laporan BPK soal kerugian PLN, rupanya jauh lebih ‘seksi’ dibanding ‘ribut-ribut’ masalah laporan BPK terkait hasil audit kasus Hambalang.
Lantas, apa komentar Dahlan Iskan ketika diwawancarai wartawan Metro TV soal upeti ke DPR? Ternyata, ia siap membeberkan, asalkan diminta DPR. “Tapi, saya sebenarnya tidak punya niatan seperti itu,” kata Dahlan seraya senyum.
Senyuman Dahlan di Metro TV itu pun dilihat rakyat Indonesia, yang menyaksikan teve milik politisi ‘gaek’ Surya Paloh. Senyumnya tidak menyiratkan ‘permusuhan’. Sebaliknya, senyumannya seolah mencerminkan suasana ‘hati’ baru yang bersahabat. Faktanya, dia mempertegas –dengan mempertajam aksentuansi– tidak punya niatan membeberkan tadi.
Sebagai teman sesama wartawan, saya tidak bermaksud membela Dahlan. Tapi, saya bertanya-tanya, mungkinkah polemik keras Dahlan dengan para politisi di DPR RI belakangan ini, berpengaruh terhadap kesehatan ‘hati’-nya?
Lima tahun lalu, Dahlan memang berhasil dengan sukses melakukan operasi ganti hati. Agustus 2012, hati baru Dahlan dianggap sudah bisa menyatu dengan tubuhnya. Tidak ada penolakan sama sekali. Secara medis, Dahlan dinyatakan sangat sehat.
Nah, umur panjang yang dianugerahkan Tuhan kepada Dahlan, tentu anugerah bagi dia sendiri dan juga bagi bangsa Indonesia, karena kini dia diberi amanah sebagai menteri. Terbukti, Dahlan mampu memberikan suasana baru dan harapan baru di tengah-tengah ketidakberdayaan bangsa ini bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Kesembuhan total Dahlan, dianggap sebagai karunia dan ’’mukjizat’’ yang luar biasa. Dahlan seperti ‘’terlahir kembali’’ sebagai manusia baru, yang cocok dengan zaman ini. Bonus kesehatan dan usia yang kini mencapai 61 tahun, dianggap Dahlan sebaga bonus dari Yang Mahakuasa.
‘’Karena itu, saya akan mengabdikan diri saya untuk bangsa. Saya sudah tidak butuh apa-apa lagi,’’ tegasnya dalam berbagai kesempatan.
Pada saat dia melakukan operasi ganti hati di China, Dahlan berjanji pada dirinya. Jika nanti dia berhasil operasi ganti hati dan diberi kesembuhan, dia akan berhenti total dari bisnis dan aktvitas keduniawian. ’’Saya hanya akan mengurusi tiga hal. Yakni, mengurus pesantren peninggalan keluarga saya, jadi guru bagi wartawan dan menulis,’’ katanya.
Tiga hal itu memang tetap dan terus dilakukan Dahlan. Pesantren peninggalan keluarganya terus dibangun dan dikembangkan. Bahkan, beberapa waktu lalu, pesantrennya telah melakukan kerja sama dengan Al Irsyad Singapura.
Begitu juga kegiatan menulis dan menjadi guru bagi wartawan, tetap dilakukan secara terus menerus. Paling tidak, tiap Senin Dahlan menulis dengan tajuk ‘’Manufacturing Hope,’’ yang dimuat di surat-surat kabar grup Jawa Pos.
Rupanya, meski Dahlan punya rencana tiga hal tadi, faktanya Tuhan menghendaki lain. Setelah jadi Dirut PLN, dia mendapat amanah menjadi Menteri BUMN.
Saya paham betul, Dahlan memiliki relijiusitas cukup tinggi. Bisa jadi, sebagai bentuk syukur terhadap kesembuhan dan kesehatannya yang prima, Dahlan terus menggelorakan kerja, kerja, kerja. Ia pun tak kenal lelah, siang-malam terus berjalan dan bekerja untuk memajukan sebanyak 141 perusahaan di bawah BUMN. ‘’Saya akan terus berkerja dan bekerja untuk bangsa,’’ tandas Dahlan.
Semboyan dan paradigma Dahlan memang amat sesuai dengan zaman ini. Bekerja tak kenal lelah dan bekerja tanpa mempedulikan penilaian orang. Bagi dia, ini adalah bagian dari ibadah nyata untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Usia panjang dan karunia kesehatan yag diberikan Allah kepadanya, merupakan bonus yang amat luar biasa nilainya.
Dahlan seperti terlahir kembali sebagai anak zaman. Banyak pihak yang menyatakan bahwa bonus kesehatan dan usia panjang bagi Dahlan, memang merupakan karunia Allah agar mengabdi lebih jauh terhadap bangsa ini.
Kalau melihat kondisi penyakit Dahlan lima tahun lalu, mustahil dapat disembuhkan. Tapi, Tuhan memberikan yang terbaik kepada Dahlan, dan tentu buat menjalankan amanah pada bangsa ini. Munculnya seorang Dahlan Iskan, ikut mengelola negeri ini diharapkan bisa berkontribusi menggapai kemajuan dan menambah kemakmuran.
Dilihat sepintas, sosok Dahlan mampu membangun optimisme baru bagi bangsa ini. Dahlan adalah oase. Saat bangsa ini kehausan, dia bisa menjadi telaga air yang mampu menyegarkan tenggorokan, walau hanya sementara. Dahlan juga mampu membangkitkan semangat baru, bahwa masa depan bangsa ini tetaplah cerah. Sepuluh atau 15 tahun lagi Indonesia akan menjadi negara maju!
Bagi saya pribadi, Dahlan adalah sebuah sosok wartawan yang unik dan fenomenal, yang sangat cocok dengan zaman ini. Dia pekerja keras, tak kenal waktu, punya banyak gagasan, egaliter, gampang diajak diskusi, mau menerima pendapat orang, nyeleneh, bisa ditemui di mana saja, dan tetap wartawan meski sudah jadi menteri. Dan, Tak pernah bersikap layaknya ‘big boss’ yang senantiasa bersikap ‘dingin’. Sebaliknya, saat sekarang jadi menteri, Dahlan tetap bersahaja, bahkan ‘senyum’-nya nyaris tak berubah.
Dahlan adalah oase dari sedikit oase di negeri ini. Pada saat alur bangsa ini tertatih-tatih, dan terhempas sejenak di sebuah gurun pasir yang tandus, kita menemukan sebuah oase baru. Mata air di padang pasir. Meski kita hanya minum seteguk, sekedar membasahi tenggorokan, hilanglah rasa haus ini, meski hanya sementara.
Seorang Dahlan –dalam sebuah mindset tertentu– mampu membangun mimpi-mimpi baru, di tengah suasana yang hopless. Tak punya harapan bisa lebih baik lagi. Hanya mimpi-mimpi buruk yang selalu menghiasi tidur. Itu pun kalau tidurnya bisa nyenyak. Di sisi lain, kita tak melihat ada banyak terobosan untuk menghindar dari cengkeraman kegalauan global.
Para menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu jilid II hampir tak pernah kedengaran ada yang ber-’nyali’ tangguh melawan ‘arus’ besar, gerusan dinamika politik ‘labirin’ makro dan mikro.
Di tengah-tengah situasi yang demikian, Presiden SBY berinsting tepat menunjuk seorang Dahlan Iskan menjadi pembantunya sebagai Menneg BUMN. Di mana pun dan kapan pun, Dahlan selalu menggelorakan semangat dan optimisme baru.
Sebagai menteri berlatar belakang wartawan, dan bukan kader parpol tertentu, Dahlan seperti paham bahwa dalam menjalankan amanah mengelola perusahaan-perusahaan besar milik negara, tidak cukup mengandalkan emprisnya sebagai wartawan dan pengalaman melahirkan dan mengelola jaringan media besar di Indonesia.
Bisa jadi itu, Dahlan rajin menjelajah belasan kampus di Indonesia, mulai dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Jogjakarta, Semarang, hingga Medan dan Banda Aceh. Dia sengaja menyerap dan menularkan virus kerja kerja kerja kepada kalangan akademisi, khususnya para mahasiswa dan pemuda Indonesia.
Pada saat dia menjadi Dirut PLN, semangat kerja kerja kerja mulai diperkenalkan. Dahlan berhasil. PLN yang sebelumnya terus dicaci rakyat, karena byar-pet dan tak mampu menerangi seluruh wilayah Indonesia, kemudian berganti ‘spirit’ baru, ‘melegakan’, dan terus terang dan terang terus.
Tertundanya support energi gas menggantikan BBM, yang mengancam Jakarta padam, misalnya, akhirnya teratasi. Meski pun baru saat setelah dia setahun tak lagi menjadi Dirut PLN, Komisi DPR mempersoalkan hasil audit BPK, terkait kerugian PLN Rp 37 Triliun. Tapi, gebrakan-gebrakan Dahlan di PLN itu, malah diakuinya mestinya rugi Rp 60 Triliun sampai Rp 70 Triliun.
Memang, belum genap dua tahun menjadi komandan PLN, Dahlan sudah dipercaya Presiden SBY menjadi Meneg BUMN. Meski berkali-kali dia menyatakan tak menginginkan jabatan menteri, karena ingin menuntaskan tugasnya di PLN, takdir memang menaikkan ‘amanah’-nya. (bersambung)

Tidak ada komentar: