Minggu, 28 Oktober 2012

surgaku entah dimana


retak bingkisan awan di atas langit itu membumbung di atas kepalaku, seakan guyuran hujan akan jatuh tanpa terhenti. saat itu, seorang anak sedang mengeksplorasi kehidupan yang memahamkannya tentang hidup. seiring rintik-rintik hujan terus berjatuhan, dia tertatih berjalan menuju singgasana gubuk yang tiada apa-apa. dia terus berjalan menyusuri setiap ruang jalan yang ada. wajahnya tertutup air yang seakan tak memberinya ruang untuk bernafas. koran-koran yang dia bawapun basah tanpa sisa. "hari ini, sungguh sulit untukku melangkah" ungkapnya dalam hati.

guyuran hujan menuju gubuk peristirahatan
hujan semakin deras mengguyur gubuk tua itu. tiba-tiba kesetan suara sandal terdengar. lalu, terdengan sapaan "siapa...? siapa di luar sana...?" suara dengan kerikil ketakutan itu sontak membuat anak yang dari kecil dipanggil rian itu bergegas masuk "aku, aku bunda. maaf bunda hari ini aku blum bsa bawa uang sma skali" tangis sambil menghela nafas. sang ibu dengan spontan memeluknya, mengajaknya masuk ke dalam. jerutan kekesalan dalam hatinya terlihat dalam sekian jerutan dahinya yang dia tampakkan. sang ibu mempersilahkan dia duduk di ruang tamu yang hanya berisikan dua kursi yang tak layak dipake. " nak, duduk sini!" sapa sang bunda. dengan tutupan dan tatapan kepala menghujat bumi, dia menuju sang bunda "ada apa bun....?"belum sempat bilang bunda, sang bunda serentak memutus ucapannya "sini duduk nak! ada hal penting yang ingin bunda ceritakan" dengan segera rian pun duduk. wajah yang polos dengan kekesalan karena tak bisa membawa apa-apa di atas deraian panas, kucuran keringat, pekaknya suara.


rentetan-rentetan kerikil-kerikil hujan mulai terdengar berhenti. sang bunda bertanya "Nak.., coba kamu lihat hujan!"  "emang kenapa bunda? kok harus lihat hujan segala?" penasaran sontak dia bertanya. "tadi, di perjalanan kamu lihat air menetes deras?" dengan nada tanya yang sedikit membuat penasaran si rian. rianpun menjawab " ya bunda, hujannya tadi deras sekali. aku gak sempat berteduh tadi karena koran koran yang aku bawa terguyur hujun. jadi, sekalian aja aku terus jalan.". serentak sang bunda lanjut berbicara "Nak, andaikan kamu bisa melihat makna dari sekian tetesan itu. kamu akan mengerti seberapa Tuhan memberi kita kemurahan nikmat. Bunda tahu kamu sedih karena koran-koranmu terguyur hujan tapi coba kamu perhatikan hujan dari mulai langit terang, muncul awan, turun rintik-rintik hujan dan akhirnya deras" nada pelan nan lembut itu masih membuat anak itu ingin bertanya "terus bunda aku harus bagaimana? aku sedih bun. hari ini, aku gak bisa bawa apa-apa buat bunda" sautnya dengan raut wajah yang gelisah dan lekukan kerutan di dahinya. " saat tertentu, air hujan deras. Namun, saat tertentu pula ia bisa berhenti layaknya hidup ini. jika hari ini, kamu belum bisa dapat hasil dari jerih payahmu bukan berarti tak akan dapatkan seterusnya. Esok masih ada kesempatan untuk berjuang. seseorang yang besar tak akan mati hanya karena ombak yang besar, ingat itu!" senyum sang ibu membawanya pada ketenangan dan diapun tersadar esok masih ada hari. hujan terdengar berhenti, kesunyian dan kesenyapan seakan menjadi aroma dunia saat gelap mulai pula datang.

menit demi menit berlalu, jam-jampun sudah terlewatkan, panggilan kumandang suara menggelegar dari ruas-ruas jalan di sebelah timur rumahnya memanggilnya tuk segera beranjak dari rumah menghadapNya. tetesan air hujan itu masih terlihat membasahi tanah-tanah di sekitar.Pelan langkah demi langkah, dia arahkan ke ruang dengan interior tulisan arab dari luar ruang itu, orang-orang pun beranjak ke tempat dimana peraduan itu mulai disampaikan.

Tidak ada komentar: